Bahaya Harga Sawit! India Pengimpor Terbesar CPO Akan Membuka Lahan Sawit Besar Besaran

Nasional RI News

Bahaya Harga Sawit! India Pengimpor Terbesar CPO Akan Membuka Lahan Sawit Besar Besaran
Petani Sawit di India Mulai Meningkatkan Hasil Panen

Nasional - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) naik pada perdagangan Rabu (17/8/2022). Meski demikian, jika dilihat sedikit ke belakang harga minyak nabati ini masih belum jauh dari level terendah satu tahun. Jika dilihat dari level saat ini, harga CPO juga berisiko merosot ke depannya, sebab India sedang berupaya membuka perkebunan sawit secara besar-besaran.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 10:48 WIB, CPO di Bursa Derivatif Malaysia diperdagangkan di kisaran 4.228 ringgit (RM) per ton, menguat 1,1%. Sementara level terendah 1 tahun RM 3.489/ton dicapai pada 14 Juli lalu.

India bersama China merupakan konsumen utama CPO. Tingginya harga CPO belakangan ini membuat beban impor India membengkak, dan menjadi salah satu pemicu inflasi.

Impor minyak nabati India mencapai US$ 18,9 miliar pada tahun lalu, yang membuat defisit neraca perdagangan membengkak.

Pemerintah India pun mengambil langkah strategis yang bisa memastikan pasokan CPO dari dalam negeri dan mengurangi impor secara signifikan.

Dalam setahun, India mengimpor minyak nabati sebanyak 14 juta ton, termasuk 8,5 juta ton CPO. Sementara tingkat produksinya hanya sekitar 300.000 ton per tahun, sehingga kebutuhan CPO diimpor dari Indonesia dan Malaysia.

Kini pemerintah India mulai membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit di daerah Telangana, dengan target 2 juta hektar dalam 4 tahun ke depan.

Jika target tersebut tercapai, maka wilayah Telangana diperkirakan akan bisa memproduksi CPO hingga 4 juta ton per tahun dalam 7 sampai 8 tahun ke depan.

"Dalam 4 tahun ke depan, sebagian besar perkebunan sawit akan selesai, dan dalam 7 - 8 tahun Telangana akan mampu memproduksi 4 juta ton minyak sawit," kata L Venkatram Reddy, Direktur Hortikultura pemerintah negara bagian Telangana, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (3/8/2022).

Jika proyeksi tersebut terwujud, maka impor India tentunya akan berkurang nyaris setengahnya, hal ini tentunya bisa menekan harga CPO.

Sementara itu dalam beberapa pekan terakhir CPO masih sulit menguat akibat perekonomian China yang menunjukkan pelambatan. Alhasil, permintaan pun berisiko menurun.

Berbagai data ekonomi terbaru menunjukkan Negeri Tirai Bambu sedang tidak baik-baik saja. Pada Juli 2022, produksi industri China tumbuh 3,8% year-on-year (yoy). Cukup jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% yoy.

Kemudian pada Januari-Juli 2022, investasi tetap di China tumbuh 5,7% yoy. Melambat dibandingkan pertumbuhan enam bulan pertama 2022 yang sebesar 6,1% yoy dan lebih rendah ketimbang ekspektasi pasar yang memperkirakan 6,2% yoy.

Lalu penjualan ritel pada Juli 2022 tumbuh 2,7% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 3,1% yoy dan jauh di bawah perkiraan pasar yang 'meramal terjadi pertumbuhan 5% yoy.

Mungkin karena melihat situasi ekonomi yang kian memburuk, bank sentral China (PBoC) memutuskan untuk menurunkan suku bunga medium-term lending facility tenor 1 tahun sebanyak 10 basis poin (bps) ke 2,75%.(sumber snbc) 

Jurnalis

Diko (010)